Orang-orang kafir, sebagaimana saat ini ditunjukkan oleh kekuatan asing pimpinan AS, akan selalu berupaya menghancurkan Islam dengan berbagai cara, di antaranya dengan merusak akidah Islam. Mereka punya satu metode khas untuk menyebarkan ideologinya di negeri-negeri kaum Muslimin, yaitu penjajahan; bisa militer, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Setelah menjajah, mereka mengeksploitasi. Itu pasti. Untuk masing-masing bidang penjajahan itu, Barat punya agennya sendiri-sendiri. Nah, kaum liberal itu adalah agen Barat di bidang budaya (tsaqâfah) yang bergerak di bidang pemikiran atau ideologi. Tujuannya adalah menghancurkan Islam di satu sisi dan memenangkan sekularisme di sisi lain.
Di
Indonesia proyek liberalisasi agama yang dimotori oleh kelompok Liberal
dan didukung penuh oleh kekuatan asing ini sudah berlangsung sejak
beberapa tahun lalu. Kelompok ini terang-terangan mengaku mendapatkan
gelontoran dana Rp 1,4 miliar pertahun dari The Asia Foundation. Mereka
berupaya menggiring umat Islam ke arah ‘Islam moderat’, yakni Islam yang
lebih pro-Barat, yang tercerabut dari akar pemahaman Islam yang
sebenarnya.
Dibawah ini adalah beberapa
virus Islam Liberal yang terkadang
sekilas tampak benar karena
permainan kata-kata cerdas,
padahal kenyataannya jauh dari
kebenaran
Pertama, relativisme , yaitu virus
liberal yang memandang semua
kebenaran relative (tidak pasti),
sehingga tidak ada kebenaran
mutlak, termasuk kebenaran
agama. Virus ini menimbulkan
penyakit pluralisme yang
memandang semua agama sama
dan benar. Sehingga tidak boleh
suatu umat beragama mengklaim
agamanya saja yang paling benar,
tapi juga harus mengakui
kebenaran agama lain. Penyakit ini
disebut juga inklusivisme atau
mulkulturaslisme. Ini adalah kanker
pemikiran stadium satu.
Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari lalimnya berbagai agama
menuju keadilan Islam. Artinya, seorang muslim yang benar imannya tidak
pernah beranggapan apalagi berkeyakinan bahwa semua agama sama baiknya
dan sama benarnya. Ia yakin bahwa Allah ta’aala tuhan semesta alam tidak
mungkin membiarkan manusia dalam kebungungan memilih jalan hidup yang
benar untuk menghantarkan dirinya menuju keselamatan di dunia dan
akhirat.
Sedangkan orang yang berfaham pluralisme adalah manusia
yang bingung memilih jalan hidup sehingga untuk gampangnya ia katakan
bahwa semua agama sama baiknya dan sama benarnya. Mereka berpendapat
bahwa hanya dengan pluralisme masyarakat heterogen akan sanggup hidup
damai dan toleran satu sama lain. Andaikan kita hidup tanpa petunjuk
dari Yang Maha Benar mungkin kita juga akan sependapat dengan logika
berfikir seperti itu. Karena itu berarti bahwa tidak ada fihak manapun
di dalam masyarakat yang berhak meng-claim bahwa agamnyalah yang
memiliki monopoli kebenaran. Tetapi Allah ta’aala bantah pandangan
seperti ini melalui firman-Nya:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
”Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan
bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah
mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling
dari kebanggaan itu.” (QS Al-Mu’minun ayat 71)
Ayat di atas
secara jelas membantah pandangan yang mengatakan bahwa kebenaran
bersifat relatif sehingga dapat berjumlah banyak sesuai jumlah hawa
nafsu manusia. Bahkan melalui ayat ini Allah ta’aala menegaskan betapa
dahsyatnya dampak yang bisa timbul dari mengakui kebenaran berbagai
fihak secara sekaligus. Digambarkan bahwa langit dan bumi bakal binasa
karenanya. Sebab masing-masing pembela kebenaran tersebut pasti akan
mempertahankan otoritas kebenarannya tanpa bisa menunjukkan dalil atau
wahyu Ilahi yang membenarkannya.
Lalu atas dasar apa seorang
muslim meng-claim kebenaran mutlak ajaran Islam? Tentunya berdasarkan
wahyu otentik kitab suci Al-Qur’an. Di dalamnya Allah ta’aala
jelas-jelas berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
”Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah ayat 147)
Jelas
bagi seorang mu’min bahwa kebenaran haruslah yang bersumber dari Allah
ta’aala Rabbul ’aalamiin. Oleh karenanya kitapun meyakini sepenuhnya
tatkala Allah ta’aala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran ayat 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
”Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran ayat 85)
Berdasarkan kedua
ayat di atas ummat Islam menjadi mantap dalam meyakini bahwa
satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan akhirat hanyalah jalan
Islam. Yaitu jalan yang telah ditempuh oleh Nabi Muhammad shollallahu
’alaih wa sallam.
Bukan ummat Islam yang meng-claim kebenaran
mutlak ajaran Islam, melainkan Allah ta’aala sendiri yang meng-claim hal
tersebut. Kita hanya meyakini dan mentaati firman Allah ta’aala. Oleh
karena itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan betapa
berbedanya ganjaran ukhrowi yang akan diterima seorang mu’min
dibandingkan seorang kafir (non-muslim) akibat perbuatan baiknya di
dunia.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي
الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ
بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا
أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا
”Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya (mengurangi) seorang mu'min hasanatnya,
diberinya di dunia dan dibalas di akherat. Adapun orang kafir, maka
diberi itu sebagai ganti dari kebaikan yang dilakukannya di dunia,
sehingga jika kembali kepada Allah, tidak ada baginya suatu hasanat
untuk mendapatkan balasannya.” (Muslim 5022)
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ
مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي
الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا
لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ
لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا
Bersabda Rasulullah shollallahu
’alaih wa sallam: ”Se¬orang kafir jika berbuat kebaikan di dunia, maka
segera diberi balasannyadi dunia. Adapun orang mu'min jika ber¬buat
kebajikan, maka tersimpan pahalanya di akherat di samping rizqi yang
diterimanya di dunia atas keta'atannya.” (Muslim 5023)
Saudaraku,
marilah kita syukuri ni’mat iman dan Islam yang Allah ta’aala
karuniakan kepada kita. Marilah kita sampaikan sholawat dan salam bagi
manusia pilihan yang telah mengajarkan kita hakikat iman dan Islam,
yakni Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Kedua, Skepstisisme , yaitu virus
liberal yang meragukan kebenaran
agama dan menolak universalitas
dan komprehensivitas yang
mencakup semua sektor kehidupan,
sehingga agama hanya mengatur
urusan ritual ibadah saja, tidak
lebih. Virus ini menimbulkan
penyakit sekularisme yang
memisahkan urusan agama dari
semua urusan negara, baik yang
menyangkut politik, ekonomi,
sosial, industri maupun teknologi.
Ini adalar kanker pemikiran
stadium dua.
Ketiga , Agnostisisme ,
yaitu virus
liberal yang melepaskan diri dari
kebenaran agama dan bersikap
tidak tahu menahu tentang
kebenaran agama, sehingga agama
tidak lagi menjadi standar ukur
kebenaran. Virus ini menimbulkan
penyakit Materialisme yang
mengukur segala sesuatu dengan
materi, termasuk mengukur
kebenaran agama. Ini adalah
kanker pemikiran stadium tiga.
Keempat, Atheisme , yaitu virus
liberal yang menolak semua
kebenaran, khususnya kebenaran
agama, dan memandang Tuhan
hanya sebagai Faith Identity
(Identitas kepercayaan) yang
menjadi mitos (takhayul) suatu
agama yang harus dirumus ulang
berdasarkan Rasionalitas. Virus ini
menimbulkan penyakit
Rasionalisme, yaitu segala sesuatu
hanya diukur dengan akal semata,
sehingga akal dipertuhankan. Ini
adalah kanker pemikiran stadium
empat.
Dampaknya
sebagian masyarakat kita sekarang ini terpengaruh paham sekular dan
liberal. Sayang, mereka masih belum menyadari bahaya itu, dan belum
mengenali jati diri, motif, tujuan dan hal-hal berkaitan dengan kalangan
liberal dan agenda mereka.
Kaum
liberal itu sebenarnya adalah agen penjajah. Mengapa? Sebab, penjajah
selalu ingin agar umat Islam mengikuti Barat dalam segala hal. Tapi, itu
sulit terjadi karena bagaimanapun merosotnya, umat Islam masih tidak
mau mempraktikkan sesuatu kalau tidak mendapat pengesahan agama. Maka di
sinilah, kaum liberal datang untuk membujuk umat agar mau mengikuti
peradaban Barat itu, dengan memperalat agama Islam sebagai landasan
pembenarannya. Itulah kerjaan kaum liberal.
Munculnya
kelompok liberal semisal JIL yang getol menyerukan ide-ide liberalisasi
Islam ini harus dipandang dari dua sisi, sisi ideologis dan politis.
Secara ideologis, kaum liberal bertujuan menundukkan Islam pada
peradaban dan ideologi Barat. Ini dari perspektif ideologis. Kalau dari
sisi politis, JIL dan semacamnya adalah alat politik Barat untuk
mendominasi umat Islam. Mengapa bisa begitu? Sebab, faktanya, kekuatan
politik yang mendominasi dunia adalah Barat yang sekular, sedangkan JIL
itu kan ideologinya juga sekular.
Dalam
konteks sekarang, kemunculan kelompok liberal justru banyak
difasilitasi dan dipicu oleh sistem yang ada, seperti sistem politik,
ekonomi, dan pendidikan. Semuanya adalah impor dari Barat sekular.
Masalahnya, semua sistem itu tak akan bisa berjalan baik tanpa budaya
yang sekular juga. Nah, yang ada dalam sistem-sistem itu baru prosedur
formalnya, tanpa budaya sekularnya.
Di
sinilah kaum liberal lalu lahir guna menanamkan budaya sekular agar
sistem sekular itu bisa berjalan baik. Dalam bahasa mereka, sekarang ini
yang ada baru ‘demokrasi prosedural’ semisal tahapan Pemilu, belum
disertai ‘demokrasi substansial’ seperti kebebasan berpendapat. Nah,
kaum liberal ingin agar sistem sekular yang ada menjadi kâffah, yaitu
bukan sekular sebatas prosedur formal, tapi juga disertai budayanya.
Itulah hakikat demokratisasi yang jadi tujuan mereka.
Pertama, relativisme , yaitu virus
liberal yang memandang semua
kebenaran relative (tidak pasti),
sehingga tidak ada kebenaran
mutlak, termasuk kebenaran
agama. Virus ini menimbulkan
penyakit pluralisme yang
memandang semua agama sama
dan benar. Sehingga tidak boleh
suatu umat beragama mengklaim
agamanya saja yang paling benar,
tapi juga harus mengakui
kebenaran agama lain. Penyakit ini
disebut juga inklusivisme atau
mulkulturaslisme. Ini adalah kanker
pemikiran stadium satu.
Sedangkan orang yang berfaham pluralisme adalah manusia yang bingung memilih jalan hidup sehingga untuk gampangnya ia katakan bahwa semua agama sama baiknya dan sama benarnya. Mereka berpendapat bahwa hanya dengan pluralisme masyarakat heterogen akan sanggup hidup damai dan toleran satu sama lain. Andaikan kita hidup tanpa petunjuk dari Yang Maha Benar mungkin kita juga akan sependapat dengan logika berfikir seperti itu. Karena itu berarti bahwa tidak ada fihak manapun di dalam masyarakat yang berhak meng-claim bahwa agamnyalah yang memiliki monopoli kebenaran. Tetapi Allah ta’aala bantah pandangan seperti ini melalui firman-Nya:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS Al-Mu’minun ayat 71)
Ayat di atas secara jelas membantah pandangan yang mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif sehingga dapat berjumlah banyak sesuai jumlah hawa nafsu manusia. Bahkan melalui ayat ini Allah ta’aala menegaskan betapa dahsyatnya dampak yang bisa timbul dari mengakui kebenaran berbagai fihak secara sekaligus. Digambarkan bahwa langit dan bumi bakal binasa karenanya. Sebab masing-masing pembela kebenaran tersebut pasti akan mempertahankan otoritas kebenarannya tanpa bisa menunjukkan dalil atau wahyu Ilahi yang membenarkannya.
Lalu atas dasar apa seorang muslim meng-claim kebenaran mutlak ajaran Islam? Tentunya berdasarkan wahyu otentik kitab suci Al-Qur’an. Di dalamnya Allah ta’aala jelas-jelas berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
”Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah ayat 147)
Jelas bagi seorang mu’min bahwa kebenaran haruslah yang bersumber dari Allah ta’aala Rabbul ’aalamiin. Oleh karenanya kitapun meyakini sepenuhnya tatkala Allah ta’aala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran ayat 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran ayat 85)
Berdasarkan kedua ayat di atas ummat Islam menjadi mantap dalam meyakini bahwa satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan akhirat hanyalah jalan Islam. Yaitu jalan yang telah ditempuh oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Bukan ummat Islam yang meng-claim kebenaran mutlak ajaran Islam, melainkan Allah ta’aala sendiri yang meng-claim hal tersebut. Kita hanya meyakini dan mentaati firman Allah ta’aala. Oleh karena itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan betapa berbedanya ganjaran ukhrowi yang akan diterima seorang mu’min dibandingkan seorang kafir (non-muslim) akibat perbuatan baiknya di dunia.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا
”Sesungguhnya Allah tidak menganiaya (mengurangi) seorang mu'min hasanatnya, diberinya di dunia dan dibalas di akherat. Adapun orang kafir, maka diberi itu sebagai ganti dari kebaikan yang dilakukannya di dunia, sehingga jika kembali kepada Allah, tidak ada baginya suatu hasanat untuk mendapatkan balasannya.” (Muslim 5022)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: ”Se¬orang kafir jika berbuat kebaikan di dunia, maka segera diberi balasannyadi dunia. Adapun orang mu'min jika ber¬buat kebajikan, maka tersimpan pahalanya di akherat di samping rizqi yang diterimanya di dunia atas keta'atannya.” (Muslim 5023)
Saudaraku, marilah kita syukuri ni’mat iman dan Islam yang Allah ta’aala karuniakan kepada kita. Marilah kita sampaikan sholawat dan salam bagi manusia pilihan yang telah mengajarkan kita hakikat iman dan Islam, yakni Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
liberal yang meragukan kebenaran
agama dan menolak universalitas
dan komprehensivitas yang
mencakup semua sektor kehidupan,
sehingga agama hanya mengatur
urusan ritual ibadah saja, tidak
lebih. Virus ini menimbulkan
penyakit sekularisme yang
memisahkan urusan agama dari
semua urusan negara, baik yang
menyangkut politik, ekonomi,
sosial, industri maupun teknologi.
Ini adalar kanker pemikiran
stadium dua.
Ketiga , Agnostisisme ,
liberal yang melepaskan diri dari
kebenaran agama dan bersikap
tidak tahu menahu tentang
kebenaran agama, sehingga agama
tidak lagi menjadi standar ukur
kebenaran. Virus ini menimbulkan
penyakit Materialisme yang
mengukur segala sesuatu dengan
materi, termasuk mengukur
kebenaran agama. Ini adalah
kanker pemikiran stadium tiga.
Keempat, Atheisme , yaitu virus
liberal yang menolak semua
kebenaran, khususnya kebenaran
agama, dan memandang Tuhan
hanya sebagai Faith Identity
(Identitas kepercayaan) yang
menjadi mitos (takhayul) suatu
agama yang harus dirumus ulang
berdasarkan Rasionalitas. Virus ini
menimbulkan penyakit
Rasionalisme, yaitu segala sesuatu
hanya diukur dengan akal semata,
sehingga akal dipertuhankan. Ini
adalah kanker pemikiran stadium
empat.
Dampaknya
sebagian masyarakat kita sekarang ini terpengaruh paham sekular dan
liberal. Sayang, mereka masih belum menyadari bahaya itu, dan belum
mengenali jati diri, motif, tujuan dan hal-hal berkaitan dengan kalangan
liberal dan agenda mereka.
Kaum
liberal itu sebenarnya adalah agen penjajah. Mengapa? Sebab, penjajah
selalu ingin agar umat Islam mengikuti Barat dalam segala hal. Tapi, itu
sulit terjadi karena bagaimanapun merosotnya, umat Islam masih tidak
mau mempraktikkan sesuatu kalau tidak mendapat pengesahan agama. Maka di
sinilah, kaum liberal datang untuk membujuk umat agar mau mengikuti
peradaban Barat itu, dengan memperalat agama Islam sebagai landasan
pembenarannya. Itulah kerjaan kaum liberal.
Munculnya
kelompok liberal semisal JIL yang getol menyerukan ide-ide liberalisasi
Islam ini harus dipandang dari dua sisi, sisi ideologis dan politis.
Secara ideologis, kaum liberal bertujuan menundukkan Islam pada
peradaban dan ideologi Barat. Ini dari perspektif ideologis. Kalau dari
sisi politis, JIL dan semacamnya adalah alat politik Barat untuk
mendominasi umat Islam. Mengapa bisa begitu? Sebab, faktanya, kekuatan
politik yang mendominasi dunia adalah Barat yang sekular, sedangkan JIL
itu kan ideologinya juga sekular.
Dalam
konteks sekarang, kemunculan kelompok liberal justru banyak
difasilitasi dan dipicu oleh sistem yang ada, seperti sistem politik,
ekonomi, dan pendidikan. Semuanya adalah impor dari Barat sekular.
Masalahnya, semua sistem itu tak akan bisa berjalan baik tanpa budaya
yang sekular juga. Nah, yang ada dalam sistem-sistem itu baru prosedur
formalnya, tanpa budaya sekularnya.
Di
sinilah kaum liberal lalu lahir guna menanamkan budaya sekular agar
sistem sekular itu bisa berjalan baik. Dalam bahasa mereka, sekarang ini
yang ada baru ‘demokrasi prosedural’ semisal tahapan Pemilu, belum
disertai ‘demokrasi substansial’ seperti kebebasan berpendapat. Nah,
kaum liberal ingin agar sistem sekular yang ada menjadi kâffah, yaitu
bukan sekular sebatas prosedur formal, tapi juga disertai budayanya.
Itulah hakikat demokratisasi yang jadi tujuan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar